Monday, January 4, 2010

Saat Reses dan Kunjungan Kerja DPRD Sumut Masih Saja Terima Uang

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014 belum menunjukkan kinerja ke arah yang lebih baik dibanding periode sebelumnya. Harapan besar akan adanya perubahan belum terlihat di tiga bulan masa kerja DPRD Sumut. Salah satunya terlihat dari masih adanya anggota dewan yang menerima uang saat melakukan reses atau kunjungan kerja.

Menurut anggota Komisi C DPRD Sumut, H. Hidayatullah, SE, dirinya belum merasa optimis bahwa anggota DPRD Sumut periode 2009 - 2014 akan mampu membawa perubahan lebih baik, jika dibandingkan dengan anggota dewan periode sebelumnya. Salah satu indikator yang menunjukkan belum adanya perubahan yang lebih baik itu adalah masih ada saja anggota Dewan yang mau menerima uang dari pemerintah daerah saat melakukan kunjungan kerja saat reses.

"Baik praktik yang tersurat maupun tersirat, saya belum melihat optimisme untuk melakukan perubahan lebih baik bagi dewan yang ada sekarang. Ini menjadi tantangan kita bersama," ujarnya di Medan, Minggu (27/12).

Padahal, ujar politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) ini. Setiap anggota DPRD Sumut telah diberikan dana reses yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Dana yang didasarkan pada Surat Perintah Perjalan Dinas (SPPD) juga diberikan jika DPRD Sumut melakukan kunjungan kerja mengatasnamakan komisi. Namun sayangnya, perilaku menerima uang itu masih saja terjadi, seperti anggota Dewan sebelumnya. "Itu belum hilang dan masih saja terjadi. Walau pun ada orang-orang tertentu yang tidak terima, tapi mayoritas masih. Kalau mayoritas menolak pasti sudah hilang itu," katanya.

Undang-Undang (UU) Nomor 20/2001 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebenarnya sudah jelas mengatur bahwa pemberian dalam arti luas kepada penyelenggara negara merupakan gratifikasi. Gratifikasi ini bahkan bisa terindikasi suap jika berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Sudah merupakan kewajiban bagi penyelenggara negara untuk melaporkan gratifikasi yang diterima ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Seharusnya, tidak ada alasan bagi anggota Dewan untuk menerima uang dari pemerintah daerah maupun rekan kerja saat reses maupun kunjungan kerja. Jadi, keterbatasan dana yang diberikan terutama saat reses, bukanlah pembenaran untuk menerima uang. Karena seharusnya, saat reses dilaksakana, rakyat diberi pemahaman politik yang benar sehingga tidak memandang anggota Dewan sebagai sumber uang.

Partai politik juga perlu memberi penegasan kepada kadernya di parlemen agar tidak menerima uang. Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan bisa memahami bahwa pemberian uang bukan salah satu jalan dalam membina hubungan baik. "Kekurangan uang yang dimiliki anggota Dewan saat reses atau kunjungan kerja bukan alasan untuk menerima uang dari pemerintah daerah," katanya.
Diakuinya, permasalahan ini memang disebabkan ada dua pihak yang sama-sama berkepentingan. Artinya, pemerintah daerah memberikan uang itu tentu bukan tanpa alasan atau motivasi, sebaliknya anggota Dewan bersedia memerima juga mendapatkan keuntungan secara materi. "Ini memang ibarat angin. Bisa dirasakan tapi tidak tidak ada wujudnya. Sehingga sulit membuktikan. Makanya, sejak awal menjabat saya mengatakan pesismis kalau masih seperti ini londisinya. Karena jika pemberian itu dijadikan alasan untuk memperjuangkan daerah, kan aspirasi yang menjadi prioritas adalah rakyat, bukan pemerintah daerah," paparnya.

Untuk itu, diharapkan adanya wacana peningkatan pendapatan pejabat yang disampaikan pemerintah pusat beberapa waktu lalu bisa menjadi momentum agar anggota dewan tidak lagi menerima pemberian uang. "Semoga peningkatan kesejahteraan ini dapat mengatasi adanya anggota dewan yang masih menerima uang saat ini," ucapnya.
Minggu, 27/12/2009/Ukhti

No comments:

Post a Comment