Tuesday, February 16, 2010

DPR RI, Masalah Pasti Dibawa Ke Pusat

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dedi S Gumelar mengatakan, pihaknya sangat banyak menerima laporan masalah dari daerah. Padahal seharusnya hal itu menjadi wewenang daerah untuk menyelesaikannya karena sudah merupakan domainnya otonomi daerah, namun nyatanya juga dilaporkan ke pusat.
"Dalam konteks otonomi daerah seperti sekarang, banyak persoalan daerah yang harusnya domainnya otonomi. Namun nyatanya persolannya tetap dilempar juga ke pusat," ujarnya disela-sela menerima guru tenaga honorer yang tergabung dalam Forum Komunikasi Tenaga Honorer Sekolah Negeri (FKTHSN) Sumut dan Komisi E DPRD Sumut, di Gedung DPR RI Jakarta, Jumat (12/2).

Menurut Dedi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mi'ng ini, banyak persoalan yang terjadi di daerah yang dilaporkan ke pusat namun belum dapat terselesaikan sampai sekarang. Karena persoalan yang ada tidak hanya sebatas merupah pasat atau aturan yang ada, tapi harus dicari solusi yang memang betul-betul tepat.
"Negara ini memang sedang menghadapi persoalan yang sangat banyak. Tidak hanya soal masih banyaknya guru honor yang belum diangkat, tapi di semua bidang ada masalah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan guru honor saat ini jumlahnya lebih banyak," ucapnya.

Lebih lanjut dikatakannya, umumnya persoalan ini disebabkan karena daerah yang memulainya. Misalnya saja seperti penerimaan CPNS dilakukan di daerah, tidak jarang dilakukan kolusi antara para penguasa di daerah dengan calon peserta CPNS. "Seperti di daerah pemilihan tempat saya di Banten. Soal kompetisi itu bisa nomor tujuh, tapi yang penting adalah siapa yang mampu menyediakan uang Rp 40 juta - Rp 50 juta," ucapnya.

Selain itu, dalam penempatan PNS di masing-masing satuan perangkat kerja daerah juga terjadi masalah. Sebab diputuskan karena adanya kedekatan, padahal tidak kompeten. Sehingga ada Kepala Dinas yang tidak miliki kompetensi tapi diangkat.
"Ini persoalan-persoalan politik di daerah yang menyebabkan masalah. Karena dengan adanya kekuasaan otonomi daerah banyak pemimpin daerah yang sesukanya mengunakan kekuasaannya, tapi begitu ada persoalan dilemparkan ke pusat," paparnya.

Senada, anggota Komisi X DPR RI, Wayan Koster juga menyatakan, karena adanya manipulasi data dari pemerintah daerah, dimana data awal tenaga honorer hanya 800 ribuan orang membengka menjadi 920 ribuan orang yang telah disertai dengan SK pengangkatan yang diberlakukan surut. Menyebabkan pengangkatan guru tenaga honorer sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 48/2005 junto PP 43/2007 tentang sistem pengangkatan tenaga honorer yang dilakukan tanpa tes tidak dapat berjalan dengan maksimal.


"Penuntasan pengangkatan tenaga honorer sampai sekarang baru terselesaikan sekitar 800 ribuan orang, sedangkan sisanya ada sekitar 80 ribuan yang masuk data best untuk diangkat tapi ternyata tidak memenuhi syarat seperti yang tertera di PP," terangnya.
Ditambahkan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ganjar pranowo, banyak permasalahan yang timbul saat ini karena disebabkan birokrasi yang tidak berjalan dengan baik dan semestinya. Untuk itu, harus ada pengawasan dan reformasi birokrasi yang dilakukan di masing-masing daerah."DPRD Sumut, pulang dari sini diharapkan bisa langsung meminta format birokrasi yang ada di Pemprovsu. Jadi pengawasan juga dapat dilakukan dengan mudah. Kalau ada yang berjalan tidak sesuai dengan format, kan bisa langsung diambil tindakan," ucapnya.


Menanggapi hal ini, anggota Komisi E DPRD Sumut, Timbas Tarigan, A.Md menyatakan banyaknya daerah yang melaporkan masalah ke pusat juga disebabkan karena masih banyaknya aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat yang tidak jelas, sehingga masih bisa dimainkan oleh pemerintah daerah. Untuk itu, seharusnya pusat juga harus betul-betul membuat aturan yang tegas."Masih banyak aturan yang dibuat pusat terdapat pasal karet, makanya bisa dimainkan. Jadi, baik pusat maupun daerah belum maksimal untuk menyelesaikan masalah yang ada," katanya.Jumat, 13/2/2010/Ukhti

No comments:

Post a Comment